Breaking

5/19/11

ISLAM BUKAN WARISAN SOSIAL

Batam Pos, Jum'at 20 Mei 2011
Suatu anugerah yang di berikan pencipta kepada kita ketika hadir di muka bumi ini dengan menyandang label Muslim. Tanpa perlu bersusah payah mencari pembenaran akan keyakinan ini, kita sudah mendapatkan justifikasi dari lingkungan kita berada. Orang tua, keluarga dan lingkungan kita berada semuanya sudah menggambarkan bahwa kita adalah Muslim. Ini merupakan suatu keberuntungan yang sangat luar biasa, pernah kah terfikir oleh kita saat dilahirkan bukan dari rahim seorang ibu yang memeluk Agama Islam dan di besarkan dalam lingkungan yang bukan beragama Islam. Kita tentu masih mencari-cari sebuah keyakinan yang ideal dalam konsep ketuhanan yang sebenarnya kita yakini. Namun sangat patut disayangkan keberuntungan ini tidak kita sikapi dengan komitmen ber-Islam dengan sesungguhnya. Tak pernah terpikirkan oleh kita untuk melakukan kontemplasi atau perenungan sesaat, mengasah kepekaan kita dalam ber-Islam. Sehingga yang terjadi adalah pemilihan kehendak agama kita sebagai seorang muslim hanya kebetulan saja kita di besarkan dalam lingkungan yang mempunyai label Islam.
Ketika komitmen ber-Islam ini hanya sebatas pemahaman, karena mayoritas lingkungan kita berada memeluk agama ini. Kita berislam karena kebetulan orang tua kita Islam, dan orang tua kita berislam karena kakek kita memeluk Islam dan seterusnya. Maka yang terjadi adalah pewarisan nilai-nilai Rabbani yang melandasi agama ini akan terkikis . Agama ini tidak lagi berdasarkan dari ajaran Muhammad SAW dang pembawa risalah, namun lebih berakar pada sebuah tradisi ritual yang kerapkali lebih di tonjolkan dari pada memahami esensi Agama Islam itu sendiri. Sehingga yang terjadi di sekeliling kita adalah agama ini merupakan warisan orang tua kita yang kita dapatkan dari kebiasaan masyarakat sekitar kita dengan sebuah warisan turun temurun dan menjadi sebuah kebiasaan masyarakat . Sehingga agama ini tidak lagi merupakan warisan nilai nilai Rabbani namun ia lebih pada sebuah ajaran dari Warisan Sosial. Banyak cara kita beragama karena mengikuti tren masyarakat, bukan lagi pada esensi agama itu. Kebiasaan hidup dalam bermasyarakat dijadikan ibadah rutin yag berakhir pada kewajiban beragama. Dengan melakukan kewajiban ibadah seperti ini sedikit saja terjadi perbedaan dalam melakukan cara pandang akan gampang terjadi benturan. Karena lebih menonjolkan pada tataran emosianal.
Untuk mengatasi hal ini agar Islam yang kita yakini ini bukan hanya sekedar warisan sosial saja, maka ada beberapa langkah yang harus kita lakukan. Pertama; Menjadi manusia pembelajar, Sebagai manusia yang memiliki kematangan berfikir dan bertindak, kita harus berhasil membuktikan bahwa seorang Muslim adalah manusia yang harus mampu membangun dirinya dengan kualitas lebih dari kemampuan rata-rata manusia yang tidak mengenal Islam. Allah Swt telah memberikan kepada kita lewat Muhammad SAW dengan wahyu yang pertamanya, Iqra (Bacalah). Ini telah cukup memberikan tanda kepada kita bahwa tak ada jalan lain dalam membangun sebuah mentalitas masyarakat agar tidak hanyut dalam persepsi warisan terhadap agama, maka kita perlu membangun paradigma berfikir yang lebih jauh lagi dengan gagasan yang konsrtuktif yakni menjadi pembelajar sejati. Pemikiran ilmiah yang berorientasi pada keimanan hanya bisa kita dapatkan ketika akal manusia diajak untuk berfikir tentang sebuah ajaran yang berorientasi pada nilai-nilai rabbani bukan sosio historis.
Kedua; Membangun mentalitas manusia harokah, Kehidupan dunia yang di berikan Allah kepada kita bukan sebagai kehidupan pribadi saja namun lebih berorientasi pada kehidupan sosial, sebab dunia tempat kita hidup merupakan sebuah komunitas manusia yang beragam, selalu ada intrik dan tarik menarik dalam merealisasikan kepentingan, untuk itu dalam membangun sebuah pemahaman agama yang tidak hanya sekedar warisan sosial dari sebuah kebiasaan masyarakat, kita perlu membentuk sebuah gerakan yang massif dalam kehidupan sehingga apa yang kita dapat kan sebagai manusia pembelajar bisa di transferkan kedalam sebuah penyadaran kelompok masyarakat. Sejatinya kita harus mampu menempatkan diri kita dalam sebuah haraokah atau gerakan keislaman yang massif dan menjadi pioner perubahan, sehingga agar Islam yang kita yakini bukan sekedar warisan sosial
Semoga jarak hidup kita dengan kerasulan Muhammad SAW lebih kurang 1400 tahun yang lalu bukanlah merupakan suatu penghalang bagi kita untuk mendapatkan mozaik peradaban yang telah di ukir oleh Pemberi Teladan ini, selagi sumber abadi yang telah ditingalkannya kepada kita, maka jalan itu masih tetap ada; “ aku tinggalkan kepada kalian dua buah pusaka, selagi kalian masih berpegang kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya; kitabullah dan sunnaturrasul”. ***

No comments:

Powered by Blogger.