Likulli marhalatin Rijaaluha, waklikulli Rijalin Muwashafatuha ( setiap zaman selalu ada tokohnya, dan setiap tokoh memiliki karakter yang di butuhkan pada zaman itu )
.
Amunisi Peradaban dalam setiap perubahan adalah pemuda. Representasi dari
itu adalah mahasiswa. Negara tanpa mahasiswa yang notabene representasi dari pemuda
akan mengalami kejumudan dalam melakukan perubahan. Perubahan yang ada di dunia
tidak terlepas dari peran gerakan mahasiswa. Sejarah telah mencatat peranan
yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya
perubahan politik pada suatu Negara.
Tengok saja di Indonesia adalah gerakan mahasiswa bergerak sejak tahun 1908
yaitu pada zaman boedi Oetomo, 1928 zamannya sumpah pemuda, 1945 zamannya
proklamasi Indonesia, 1966 zaman Soekarno, 1975 zamannya malaria, 1978 zamannya
asas tunggal, 1998 zamannya Reformasi. Disamping itu gerakan kemahasiswaan di
luar negeri terjadi dalam serangkaian peristiwa penggulingan rezim, antara lain
: Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958,
Ayub Khan di Pakistan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo
Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipina tahun 1985.
Semua itu telah membuktikan peranan pemuda dalam bingkai gerakan mahasiswa
telah mampu menumbangkan kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negeri.
Pemuda, termasuk di dalamnya mahasiswa, memegang peranan penting dalam
sejarah panjang bangsa Indonesia. Jauh sebelum reformasi, sejarah telah
mencatat bahwa pemuda bersatu untuk berjuang bersama dalam organisasi nasional
bernama Budi Oetomo. Pada 28 Oktober 1928, pemuda dari seluruh Indonesia sepakat untuk
mendeklarasikan cinta kasihnya kepada Indonesia yang ditandai dengan deklarasi
pemuda sebagai tonggak awal sumpah pemuda. Rasa nasionalisme terpatri jelas
pada bait-bait ikrarnya. Kami pemuda-pemudi Indonesia berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia / kami pemuda-pemudi Indonesia bertanah air yang satu, tanah
air Indonesia / kami pemuda-pemudi Indonesia berbahasa yang satu, bahasa
Indonesia.
Begitu pula kika terjadi gelombang reformasi pada tahun 1998. Gerakan yang
berhasil menumbangkan rezim Soeharto yang telah berkuasa selama tiga puluh dua
tahun pun memberikan sejarah tersendiri bagi gerakan pemuda dan mahasiswa.
Sebagai gerakan moral, mahasiswa yang notabene terdiri dari pemuda, telah
berhasil menjadi pioneer dalam menghimpun kekuatan lainnya seperti bruuh dan
masyarakat sipil. Gerakan reformasi menjadi salah satu kekuatan besar yang ada
dengan semangat mengusung perubahan dan menunjukkan people power yang
sesungguhnya dalam rangka menumbangkan rezim yang otoriter.
Reformasi atau pembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang
dianggap menyimpang), telah berlangsung diberbagai belahan dunia sejak zaman renaisan
abad ke-15 Masehi. Berawal di German dengan pemikiran Martin Luther King, yang
menggugat penyimpangan ajaran Kristiani, berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes
tentang State of Nature-nya di Inggris, John Locke, Rousseau dll hingga
pemikiran demokrasi modern-nya Robert A Dahl, berintikan pentingnya moralitas
pemimpin untuk menjalankan demokrasi. Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan
ditangan rakyat, namun juga desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan
konstitusi dan diawasi oleh lembaga lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat
pemimpinnya.
Gerakan reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku korup
dan manipulatif, sehingga diperlukan langkah-langkah politik yang berarti dari
rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya kekurangan
dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan
kedua alasan inilah, apa yang terjadi di Korea selatan dengan Up-rising in
Kwangju tahun 1986, di Cina dengan tragedi Tiananmen 1989, dan di Indonesia
tahun 1998, merupakan gerakan reformasi yang berdampak pada penyelenggaraan
Negara.
Secara faktual, mahasiswalah yang menjadi ujung tombak sekaligus mainstream
dari gerakan perubahan yang berlangsung di manapun. Dengan nalar
intelektualitasnya, mahasiswa mampu menemukan argumentasi rasionil mengenai
kondisi yang bobrok dan tidak sesuai dengan semangat konstitusi atau nilai
kemanusiaan . Hanya mahasiswa yang mampu menjadi pioneer perubahan, sekaligus menjadi
kekuatan yang paling ditakuti oleh rezim penguasa Despotik yang korup dibelahan
manapun.
Tidak mengherankan, bagi Indonesia, gerakan mahasiswa menuntut perubahan,
berlangsung pasang surut sejak tahun 1966. Pemerintahan Soekarno yang
mengabaikan demokrasi, tumbang oleh gerakan mahasiswa dan pemuda, tahun 1966.
Soeharto yang baru berkuasa secara de-jure 4 tahun, harus menghadapi gelombang
protes gerakan mahasiswa tahun 1974. Sejak saat itu, Soeharto mengerangkeng
mahasiswa yang telah memberikan kedudukan padanya. Gerakan mahasiswa , bangkit
kembali tahun 1977-1978 hingga mencapai puncaknya Mei 1998. Tuntutan reformasi
nasional yang dikumandangkan mahasiswa, memicu kesadaran masyarakat untuk
mendukung gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa. Pada saat itu, hanya
mahasiswa-lah yang berani bersuara dibawah ancaman laras senjata dan berani
melangkahkan kaki dibawah desingan peluru dan gas air mata. Lebih dari
tigapuluhtahun dibawah rezim Soeharto, tidak ada perubahan yang berarti dalam
berdemokrasi. Rezim Soeharto memanipulasi demokrasi dan membangun imperium
kekuasaan ekonomi yang korup. Maka lahirlah tuntutan Demokratisasi dan berantas
KKN. Dua tema inilah yang kemudian menelurkan turunan 6 visi reformasi yang
berintikan Penegakan Hukum, Demokratisasi dan pemberantasan KKN, yang
didalamnya terdapat tuntutan cabut dwifungsi ABRI, pengadilan Soeharto dan
kroninya, revisi UU politik, perbaikan ekonomi hingga Sidang Istimewa.
Gerakan reformasi mahasiswa, tidak mempersoalkan siapa yang akan
menggantikan Soeharto, namun lebih kepada proses yang demokratis dengan
platform reformasi tersebut. Maka Habibie-pun dipersoalkan, bahkan Gus Dur dan
Mega, dengan segala kekurangannya dibiarkan memimpin bangsa. Maka dapat
disimpulkan, bahwa gerakan reformasi mahasiswa adalah gerakan yang independen,
non-partisan, lebih didasarkan pada substansi perubahan daripada pelaksana
perubahan. Mengingat hal tersebut, tidak ada alasan bagi gerakan mahasiswa
untuk menimbang - nimbang siapa yang menjadi pelaksana reformasi, namun yang lebih
penting mempertanyakan apa yang dilakukannya terhadap reformasi.
No comments:
Post a Comment