Breaking

12/22/08

MAHASISWA AMUNISI PERADABAN


Likulli marhalatin Rijaaluha, waklikulli Rijalin Muwashafatuha ( setiap zaman selalu ada tokohnya, dan setiap tokoh memiliki karakter yang di butuhkan pada zaman itu )
.
Amunisi Peradaban dalam setiap perubahan adalah pemuda. Representasi dari itu adalah mahasiswa. Negara tanpa mahasiswa yang notabene representasi dari pemuda akan mengalami kejumudan dalam melakukan perubahan. Perubahan yang ada di dunia tidak terlepas dari peran gerakan mahasiswa. Sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu Negara.


Tengok saja di Indonesia adalah gerakan mahasiswa bergerak sejak tahun 1908 yaitu pada zaman boedi Oetomo, 1928 zamannya sumpah pemuda, 1945 zamannya proklamasi Indonesia, 1966 zaman Soekarno, 1975 zamannya malaria, 1978 zamannya asas tunggal, 1998 zamannya Reformasi. Disamping itu gerakan kemahasiswaan di luar negeri terjadi dalam serangkaian peristiwa penggulingan rezim, antara lain : Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Ayub Khan di Pakistan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipina tahun 1985. Semua itu telah membuktikan peranan pemuda dalam bingkai gerakan mahasiswa telah mampu menumbangkan kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negeri.
Pemuda, termasuk di dalamnya mahasiswa, memegang peranan penting dalam sejarah panjang bangsa Indonesia. Jauh sebelum reformasi, sejarah telah mencatat bahwa pemuda bersatu untuk berjuang bersama dalam organisasi nasional bernama Budi Oetomo. Pada 28 Oktober 1928, pemuda dari seluruh Indonesia sepakat untuk mendeklarasikan cinta kasihnya kepada Indonesia yang ditandai dengan deklarasi pemuda sebagai tonggak awal sumpah pemuda. Rasa nasionalisme terpatri jelas pada bait-bait ikrarnya. Kami pemuda-pemudi Indonesia berbangsa yang satu, bangsa Indonesia / kami pemuda-pemudi Indonesia bertanah air yang satu, tanah air Indonesia / kami pemuda-pemudi Indonesia berbahasa yang satu, bahasa Indonesia.
Begitu pula kika terjadi gelombang reformasi pada tahun 1998. Gerakan yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto yang telah berkuasa selama tiga puluh dua tahun pun memberikan sejarah tersendiri bagi gerakan pemuda dan mahasiswa. Sebagai gerakan moral, mahasiswa yang notabene terdiri dari pemuda, telah berhasil menjadi pioneer dalam menghimpun kekuatan lainnya seperti bruuh dan masyarakat sipil. Gerakan reformasi menjadi salah satu kekuatan besar yang ada dengan semangat mengusung perubahan dan menunjukkan people power yang sesungguhnya dalam rangka menumbangkan rezim yang otoriter.
Reformasi atau pembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang dianggap menyimpang), telah berlangsung diberbagai belahan dunia sejak zaman renaisan abad ke-15 Masehi. Berawal di German dengan pemikiran Martin Luther King, yang menggugat penyimpangan ajaran Kristiani, berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes tentang State of Nature-nya di Inggris, John Locke, Rousseau dll hingga pemikiran demokrasi modern-nya Robert A Dahl, berintikan pentingnya moralitas pemimpin untuk menjalankan demokrasi. Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan ditangan rakyat, namun juga desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan konstitusi dan diawasi oleh lembaga lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat pemimpinnya.
Gerakan reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku korup dan manipulatif, sehingga diperlukan langkah-langkah politik yang berarti dari rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya kekurangan dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan kedua alasan inilah, apa yang terjadi di Korea selatan dengan Up-rising in Kwangju tahun 1986, di Cina dengan tragedi Tiananmen 1989, dan di Indonesia tahun 1998, merupakan gerakan reformasi yang berdampak pada penyelenggaraan Negara.
Secara faktual, mahasiswalah yang menjadi ujung tombak sekaligus mainstream dari gerakan perubahan yang berlangsung di manapun. Dengan nalar intelektualitasnya, mahasiswa mampu menemukan argumentasi rasionil mengenai kondisi yang bobrok dan tidak sesuai dengan semangat konstitusi atau nilai kemanusiaan . Hanya mahasiswa yang mampu menjadi pioneer perubahan, sekaligus menjadi kekuatan yang paling ditakuti oleh rezim penguasa Despotik yang korup dibelahan manapun.
Tidak mengherankan, bagi Indonesia, gerakan mahasiswa menuntut perubahan, berlangsung pasang surut sejak tahun 1966. Pemerintahan Soekarno yang mengabaikan demokrasi, tumbang oleh gerakan mahasiswa dan pemuda, tahun 1966. Soeharto yang baru berkuasa secara de-jure 4 tahun, harus menghadapi gelombang protes gerakan mahasiswa tahun 1974. Sejak saat itu, Soeharto mengerangkeng mahasiswa yang telah memberikan kedudukan padanya. Gerakan mahasiswa , bangkit kembali tahun 1977-1978 hingga mencapai puncaknya Mei 1998. Tuntutan reformasi nasional yang dikumandangkan mahasiswa, memicu kesadaran masyarakat untuk mendukung gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa. Pada saat itu, hanya mahasiswa-lah yang berani bersuara dibawah ancaman laras senjata dan berani melangkahkan kaki dibawah desingan peluru dan gas air mata. Lebih dari tigapuluhtahun dibawah rezim Soeharto, tidak ada perubahan yang berarti dalam berdemokrasi. Rezim Soeharto memanipulasi demokrasi dan membangun imperium kekuasaan ekonomi yang korup. Maka lahirlah tuntutan Demokratisasi dan berantas KKN. Dua tema inilah yang kemudian menelurkan turunan 6 visi reformasi yang berintikan Penegakan Hukum, Demokratisasi dan pemberantasan KKN, yang didalamnya terdapat tuntutan cabut dwifungsi ABRI, pengadilan Soeharto dan kroninya, revisi UU politik, perbaikan ekonomi hingga Sidang Istimewa.
Gerakan reformasi mahasiswa, tidak mempersoalkan siapa yang akan menggantikan Soeharto, namun lebih kepada proses yang demokratis dengan platform reformasi tersebut. Maka Habibie-pun dipersoalkan, bahkan Gus Dur dan Mega, dengan segala kekurangannya dibiarkan memimpin bangsa. Maka dapat disimpulkan, bahwa gerakan reformasi mahasiswa adalah gerakan yang independen, non-partisan, lebih didasarkan pada substansi perubahan daripada pelaksana perubahan. Mengingat hal tersebut, tidak ada alasan bagi gerakan mahasiswa untuk menimbang - nimbang siapa yang menjadi pelaksana reformasi, namun yang lebih penting mempertanyakan apa yang dilakukannya terhadap reformasi.

No comments:

Powered by Blogger.