Breaking

1/23/09

Mendekatkan Jarak antara Islam dan Manusia Muslim




Oleh : SYAFITRIANDY
Student Harakie Institute dan Staff Kaderisasi KAMMI Daerah Kepulauan Riau
Batam Pos,23 January 2009
Sadarkah kita, tatkala memasuki usia dewasa, tanpa melalui proses yang berliku, tiba-tiba telah mendapati diri kita seorang Muslim. Orang tua, suasana rumah, dan lingkungan sekitar, telah membawa kepada suasana batin yang penuh iman dan larut dalam tradisi ubudiah, dan kita harus bersyukur . Merupakan suatu keberuntungan ketika dilahirkan dalam keturunan Islam, karena tanpa di sadari kita telah terkontaminasi dalam ritualitas ibadah-ibadah yang telah ditetapkan dalam agama ini.
Namun lebih merupakan suatu keberuntungan bagi kita ketika dalam ber-Islam melakukan pencarian makna ber-Islam sesungguhnya, dengan melakukan kontemplasi – kontemplasi tanpa meninggalkan ritual ibadah yang kita pahami selama ini. Kita meyakini bahwa itu merupakan perintah dari pencipta yang kita kenal dengan nama Allah Swt, suatu zat yang mutlak yang harus diakui oleh umat manusia. Tanpa melakukan kontemplasi tentang makna sesungguhnya dalam berislam, ia sudah terkena percikan–percikan dari lingkaran konsekwensi keimanan. Namun, disinilah letak kejumudan berfikir sebagian kaum muslimin dalam melakukan kontemplasi berislam sesungguhnya, dengan merasa dilahirkan dalam keluarga yang menganut Agama Islam, sudah merasa berislam dengan sesungguhnya, disadari atau tidak, ritual yang kita jalankan adalah sebagai rutinitas ritual belaka. Tanpa memaknai beribadah dalam arti sesungguhnya maka ibadah yang dilakukan tidak memiliki dimensi spiritual yang membumi dan menghunjam didalam diri manusia. Faktanya ritual ibadah yang kita jalani tidak berbanding lurus dengan implementasi style hidup kita, yang terjadi dilapangan ummat Islam mayoritas dalam kuantitas selalu kalah memenangkan pertarungan eksistensi agamanya di muka bumi, penindasan, pelecehan dan pemasungan hak–hak manusia dan selalu umat Islam dijadikan korban .
Internalisasi diri
Fathi Yakan seorang aktivis gerakan Islam menjelaskan bahwa ber-Islam dalam arti sesungguhnya dengan orisinalisasi pemahaman dan pelaksanaan yakni pada tataran teoritis sampai menghadirkan dalam dunia empiris sehingga menjadikan muslim yang komitmen terhadap Islam dan menginternalisasi nilai – nilai agama dalam dirinya serta melakukan internalisasi Islam kepada setiap umat manusia khususnya ummat Islam yakni membentuk pribadi Islam yang meng-Islamkan pribadi lain (muslim haroki)
Komitmen kepada Islam bukanlah warisan atau keturunan. Bukan pula komitmen sebatas penampilan luar, melainkan komitmen menyesuaikan diri dengan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Islamisasi diri sebagai langkah awal internalisasi Islam dalam pribadi diantaranya adalah; mengislamkan aqidah, ibadah, akhlak, keluarga, lingkungan dan mampu mengalahkan hawa nafsu serta meyakini bahwa hari esok milik Islam. Setelah internalisasi Islam kedalam diri, ternyata tidak cukup dengan menata kesholehan pribadi saja. Harus ada langkah kedua yakni pribadi yang islam itu harus melakukan penetrasi dengan mengajak orang lain untuk mengikuti langkahnya sehingga terciptalah pribadi Islami yang membentuk komunitas islami (Muslim Mujahidun). Dalam Melakukan menetrasi, muslim tidak bisa melakukannya sendiri–sendiri harus ada gerakan yang terorganisir dalam merealisasi keinginan tersebut, inilah yang disebut dengan Harokah Islamiyah yang merupakan bagian kedua yang harus dilakukan oleh pribadi–pribadi Islami tersebut yakni; berkontribusi aktif dan mempunyai komitmen dalam gerakan keislaman dengan cara mempersembahkan hidup dan meyakini kewajiban berjuang hanya untuk Islam dan memahami pilar–pilar perjuangan Islam.
Tiga langkah rekonstruksi
Agar tercipta jarak yang dekat antara Islam dan Manusia Muslim sehingga internalisasi nilai rabbani semakin kuat maka ada tiga tahapan rekonstruksi yang harus dilakukan: pertama, tahapan afiliasi, yakni memperbaharui afiliasi kaum muslimin kepada Islam kembali, sebab keislaman kaum Muslimin saat ini lebih banyak dibentuk oleh warisan lingkungan sosial, bukan dari pemahaman dan kesadaran yang mendalam tentang Islam. Keislaman dengan basis seperti ini tidak memiliki imunitas yang membuatnya mampu bertahan dari semua bentuk invasi budaya. Oleh karena itu, sebuah goncangan kecil sudah cukup memadai untuk mengubah warna kehidupan kaum Muslimin.
Kedua, tahapan partisipasi, setelah memperbaharui keislaman dan memperbaiki pemahamannya kepada Islam, setiap Muslim harus dibawa kedalam komunitas Muslim yang besar, dimana ia menjadi bagian dari masyarakat dan berpartisipasi membangun masyarakat tersebut. Pada tahapan pertama kita menciptakan manusia Muslim yang shalih, maka tahapan kedua manusia yang shalih itu kita leburkan kedalam masyarakat, agar ia mendistribusi keshalihannya kepada yang lain, agar keshalihan individu itu berkembang menjadi keshalihan kolektif
Ketiga, tahapan kontribusi, setiap Muslim harus memberikan kontribusi aktif, sekecil apapun peranannya dalam masyarakat sangat menentukan eksitensi Islam ini di tengah-tengah kehidupan ummat manusia sehingga berpengaruh dalam setiap dimensi kehidupan.
Islam, bagaimanapun dapat dengan mudah memenangkan pertarungan di tataran ideologi dan pemikiran, meskipun pertarungan yang sesungguhnya terletak diantara kenyataan; dikeramaian jalanan, di kegaduhan pasar, di belantara politik, di panggung budaya, di tengah desingan mesiu, dan diseluruh pojok bumi. Oleh karena itu kebenaran Islam layaknya sebuah pedang tajam yang telah terhunus, dan sedang menanti tangan perkasa dari sang pahlawan.
Inilah tugas yang harus dilakukan manusia yang mereka terlahir dalam Keturunan Islam, agar Islam tidak hanya labelisasi saja untuk mendapat legalitas dalam hidup bermasyarakat dan bernegara ending dari semua itu adalah eksistensi agama ini harus terjaga di muka bumi ini secara kuantitas dan kualitas tentunya.***

1 comment:

Blog Fitrie said...

Sepertinya... perlu perjuangan panjang..agar Islam tidak di pahami secara teoritis., namun haru membumi

Powered by Blogger.