Breaking

11/14/08

Suara Terbanyak , Konflik Hukum dan Nurani

Oleh :Syafitriandy (Harakie Inst)
Sistem suara terbanyak yang di pakai oleh beberapa parpol patut di berikan apresiasi karena telah menghembuskan angin segar bagi demokrasi kita .Saat ini beberapa partai politik ( Parpol ) sudah memutuskan akan menggunakan suara terbanyak dalam menetapkan calon legislatif ( caleg) 2009 nanti. Parpol itu antara lain : PAN, PPB, PBR Demokrat, Golkar, Barnas, Hanura, PDK, PPD, PDS, PDIP, dan PNBK. PDIP memakai suara terbanyak dengan kuota 15 persen BPP, namun bila tidak ada kembali ke nomor urut. Sedangkan PNBK menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di suatu daerah Pemilihan ( dapil ) .

Selama ini sistem nomor urut dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan karena terpilihnya caleg berdasarkan nomor urut bukan berdasarkan suara yang di perolehnya. Dalam kata lain seorang caleg di tetapkan menjadi anggota legislatif adalah berasal dari kedekatannya dengan partai ketimbang kedekatan dengan masyarakat konstituennya . Hal ini akan menimbulkan split loyality di dalam internal partai di mana kader partai yang duduk di legislatif cenderung sangat loyal kepada pengurus parpol ketimbang pemilih yang menjadi konstituenya. Sedangkan system suara terbanyak akan menumbuhkan kompetensi antar caleg parpol yang berbeda maupun sesama caleg dalam satu partai. Dalam sistem ini semua caleg mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi caleg terpilih, sehingga caleg yang terpilih ádalah caleg yang benar – benar mempunyai kapasitas yang mumpuni dan mampu untuk menjelaskan program – programnya dengan baik di masyarakat. Bukan caleg yang sekedar mengandalkan lobi ke petinggi parpol untuk mendapatkan nomot urut yang kecil, seringkali dalam proses ini terjadi politik uang
Konflik Hukum
Mekanisme suara terbanyak memang lebih Demokratis , kompetitif , dan memenuhi rasa keadilan di bandingkan nomor urut. Namun penerapan system ini melanggar UU Pemilu sehingga menimbulkan beberapa masalah baru antara lain . Pertama , caleg nomor urut kecil dengan suara minim bisa saja menolak mengundurkan diri untuk digantikan oleh caleg yang mendapatkan suara terbanyak ( namun tidak memenuhi 30 % BPP ) dengan nomor urut di bawahnya. Meskipun mekanisme internal partai sudah melakukan proses hukum melalui perjanjian tertulis atau di notariskan , namun tetap akan terjadi ketidakpastian hukum (legal Uncertainly). Bila itu terjadi, maka kekuatan hukum undang – undang lebih tinggi dari kesepakatan internal partai sehingga KPU bisa menganulir kesepakatan internal partai dengan system suara terbanyak . KPU tetap akan berpegang kepada UU Pemilu untuk menetapkan dan melantik anggota legislative yang terpilih berdasarkan pemenuhan Kuota 30 persen atau kembali ke nomor urut .
Kedua ; Konflik Hukum akan muncul bila caleg yang mendapatkan suara terbanyak menggugat KPU / KPUD karena tidak mengindahkan mekanisme internal partai . Proses gugatan hukum ini tentu saja akan memperlambat penetapan calon terpilih yang ditetapkan KPU dengan system nomor urut ( sistem proporsional terbuka terbatas). Proses ini kan berlangsung lama bahkan hingga batas waktu yang diperebutkan berakhir.
Ketiga; dalam sistem suara terbanyak apabila caleg yang meraih suara terbanyak memiliki nomor urut besar maka caleg yang memiliki nomor urut kecil harus sukarela mengundurkan diri sebagai caleg terpilih dengan konsekwensi kehilangan haknya dalam PAW. Dengan kata lain suara pemilihnya akan terbuang percuma.
Moralitas dan Nurani
Memang, partai masih mempunyai mekanisme Penggantian Antar Waktu ( PAW) dengan jalan memecat kader yang membangkang namun jalan ini kan memakan waktu yang sangat panjang dan menghabiskan waktu dan energi yang tidak sedikit . apalagi yang dipecat itu adalah ketua atau sekretaris parpol.
Misalnya , nomor urut kecil adalah ketua atau sekretaris parpol, dalam perolehan suara sangat minim dengan nomor dibawahnya yang bukan pengurus parpol, sesuai dengan kesepakatan system suara terbanyak maka harus siap di PAW ,maka caleg nomor urut kecil yang nota bene ketua atau sekretaris parpol harus siap mengundurkan diri. Permasalahan timbul jika ketua atau sekretaris parpol tidak mau menandatangani dan mengantarkan surat penetapan anggotanya sebagai calon terpilih, Sebab KPU hanya mau menerima surat yang di tanda tangani dan diantar langsung oleh ketua dan sekretaris , Bayangkan tiba – tiba ketua dan sekterarisnya menghilang ketika penetapan calon terpilih oleh KPU . Disinilah Aspek moralitas dan Nurani bermain, mampukah ketua atau sekretaris parpol yang lintang pukang mengurusi partainya, menghabiskan banyak tenaga, pikiran dan materi namun dalam pemilihan suaranya sangat minim, tidak mencapai BPP dan harus menyerahkan kursi empuk yang diidam-idamkan kepada orang lain yang ternyata juga bukan pengurus partai. Ini akan menjadi tantangan bagi pengurus parpol tersebut untuk bersikap fair .
Pada pemilu 2004 konflik seperti ini juga terjadi yang menyebabkan penetapan calon suara terbanyak terkatung – katung , dimana Caleg yang mendapatkan suara terbanyak tidak dilantik karena calon yang harus di – PAW menduduki posisi ketua atau sekretaris. Padahal yang harus menandatangani proses PAW adalah ketua dan sekretaris parpol tersebut dan tentu saja mereka tidak rela di – PAW atau paling tidak memperlambat proses PAW hingga batas waktu perebutan kursi berakhir. Tentu semuanya di kembalikan kepada itikad baik setiap caleg untuk mematuhi kesepakatan yang telah dibuat.
Amandemen UU Pemilu
Bagaimanapun juga system suara terbanyak sangat sesuai dengan semangat demokrasi . Oleh karena itu , untuk menghindari rumitnya konflik suara terbanyak dikemudian hari maka parpol , DPR dan Pemerintah harus segera mengambil langkah antisipatif dengan melakukan amandemen terbatas UU Pemilu . Proses amandemen ini bila disepakati tidak akan menghabiskan waktu panjang karena hanya menyangkut Pasal 214 antara lain dengan menambahkan klausul untuk mengakomodasi mekanisme internal partai dalam menentukan caleg terpilih, atau revisi dapat dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) yang harus langsung berlaku. Bila ini tidak dilakukan maka KPU/KPUD, parpol akan disibukan oleh gugatan hukum caleg yang terjadi di seantero Indonesia. Bayangkan!!!. (sumber foto; Fikreatif.com)


No comments:

Powered by Blogger.