Breaking

10/21/08

Dibalik ‘Gonjang-Ganjing’ RUU Pornografi

(Catatan Kritis dan Analisa konstruktif terhadap Polemik RUU Pornografi)
Oleh : SYAFBRANI BIN ZAINOEDDIN
Kebijakan Publik KAMMI Daerah Riau dan Aktif di Forum Mahasiswa Islam (FORMASI) Kepri-Pekanbru

Pro dan kontra terhadap berita akan di sahkannya Rancangan Undang- Undang Pornografi sangat mencuat menjelang detik-detik pengesahannya yang direncanakan akan dilaksanakan dalam waktu beberapa hari lagi meski sebelumnya juga telah mengalami proses penundaan. Tentunya di setiap pihak mempunyai alasan-alasan tersendiri yang dianggap rasional dengan latar belakang demi kemaslahatan dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, selain itu memang negara ini sangat dikenal dengan budaya ketimurannya.

Gonjang-ganjing penolakan dan suara keinginan untuk segera disahkannya RUU ini muncul dengan berbagai macam propaganda baik melalui media bahkan aksi turun kejalanpun menjadi sebuah bukti yang sebenarnya dapat kita jadikan sebuah pelajaran dan suatu kesimpulan bahwa betapa pentingnya RUU ini sendiri. Oleh karena itu, bukan bermaksud untuk memihak kepada salah satu kubu, baik pro maupun kontra, akan tetapi artikel ini hanya ingin memberikan sebuah analisa konstruktif demi kejayaan bangsa ini, sebuah bangsa yang dikenal dengan sopan santunnya atau bangsa yang beradab!


Ccatan Kritis: Mengapa Terjadi Gonjang-Ganjing?
Menurut penulis ada tiga alasan mendasar mengapa RUU Pornografi ini seolah-olah menjadi ‘selebriti’ dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama oleh mereka yang merasa di ‘untung-rugikan’.

Pertama, alasan moralitas. Pada dasarnya kasus amoral dengan segala macam turunannya itu merupakan dampak dari pada miminnya sistem imun dari moralitas yang salah satu akibatnya dapat kita lihat dari realitas ‘pesta pornografi’ yang semakin gencar. Salah satu fenomenanya dapat kita lihat pasca terbitnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggap sebuah alat dalam menangkal dari dampak ‘penjajahan elektronik’ dan dalam memerangi kasus pornografi di Indonesia khususnya di dunia maya juga belum mampu secara efektif terlaksana. Data dari Googletrends menunjukkan bahwa pengguna keywords yang berkonotasi dengan kata porno cenderung naik, bahkan pada kata kunci tertentu, pengunjung di Indoesia masih bercokol pada urutan pemuncak.

Dari fenomena tersebut dapat kita artikan secara sederhana bahwa jika aturannya yang telah mempunyai legalitas saja masih diabaikan, apalagi jika tidak dilegalkan –meskipun sebenarnya Tuhan telah melegalkan dengan kesempurnaan aturanNya- maka akan segera bermunculanlah kasus-kasus pemerkosaan, perselingkuhan, dan kasus biadab lainnya, baik itu dilakukan oleh rakyat biasa karena tersiksa oleh ‘virus pembodohan’ ataupun oleh mereka-mereka yang pintar-pintar membuat kebijakan.

Dengan alasan ini, mengingat realitas mirisnya keselamatan nasib moral anak bangsa plus system pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang dasar adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), maka tidak ada kata lain selain harus disahkannya dengan segara RUU Pornografi ini, segera!!!

Kedua, alasan kemajemukan kebudayaan lokal. Imbas dari alasan ini tentunya akan mengarah kepada sebuah issu ‘disintegrasi bangsa.’ Kita harus mengakui bahwa kemajemukan budaya-budaya lokal inilah yang mengatur dan menjadi bangsa ini semakin kokoh, namun kita juga tidak mengiginkan budaya-budaya yang ada ini tidak sejalan dengan nuansa alamiah Indonesia yang dikenal dengan beradab dan sopan santun itu. Berlawanan dengan alasan yang pertama, alasan kedua ini biasanya bermain dengan ending statement bagaimana RUU Pornografi tersebut tidak disahkan atau ditolak sama sekali.

Ketiga, alasan ‘politis’. Bagi masyarakat awam alasan ini sangat sulit ditebak, mau apa? karena apa? Dalam ilmu saintisnya alasan ini dapat dianalogikan dengan konsep ‘kelarutan’ yang dapat dipengaruhi oleh ‘suhu’ lingkungannya. Bukan bermaksud untuk menyalahkan dunia politik, paling tidak dapat kita ketahui bersama alasan ini adalah alasan yang sangat erat kaitannya dengan kajian-kajian yang bernuansa dengan kekuasaan yang kemudian berbuah kebijakan. Kebijakan yang kadang-kadang ya karena suatu saat mereka bisa merubah kata-kata ya yang telah di ungkapkannya tersebut menjadi kata tidak. Mau apa? Karena Apa?

Analisa Konstruktif
Sebelum fakta dekadansi moral menjadi sebuah santapan berita yang tak asing lagi untuk kita dengar dan sebelum penyesalan terjadinya sesuatu hal yang tidak di inginkan terhadap generasi-generasi penerus. Ada baiknya dengan hati yang jernih bukan dengan hati yang telah terkontaminasi oleh ‘target 2009’, kita mengkaji secara bersama-sama, terutama kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah yang telah bertungkuslumus dalam menghasilkan sebuah Rancangan Undang Undang yang bertujuan sangat mulia ini. Kita tidak menginginkan kerja keras yang telah dilakukan mereka hanya menghasilkan buah sia-sia baik dari segi waktu, finansial, maupun nasib moral bangsa ini.

Bersamaan dengan mengkaji tiga alasan tadi, melihat alasan pertama dan kedua, maka sebenarnya realisasi pengesahan RUU Pornografi ini mutlak diperlukan oleh masyarakat Indonesia. Siapa yang tidak menginginkan bangsa ini dikatakan sebagai bangsa yang bermoral dan beradab? kekhawatiran terhadap penjagaan kemajemukan budaya lokal bukan malah dimentahkan dengan aksi penolakan RUU ini. Seharusnya diberikan sebuah rumusan agar pengesahan RUU ini lebih mengakomodir berbagai kepentingan-tentunya buka kepentingan sesaat- dengan memperhatikan, contohnya pertama, penjagagan kemajemukan budaya lokal. Perlu sebuah penataan yang lebih komprehensif agar kemajemukan budaya lokal tetap terjaga, semacam cultur education. Dengan hal ini, bukan hanya sekedar bisa menjaga keutuhan budaya lokal bangsa namun budaya tersebut mampu di bingkai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Kedua, ketegasan sanksi. Efek jera kepada setiap pelanggar harus benar-benar terealisasi. Banyak cara jika kita benar-benar menginginkan yang terbaik untuk negeri ini, namun banyak cara juga untuk kita beralasan, apalagi dalam hal mencari kesalahan.

Lantas bagaimana dengan alasan ketiga? Yang pastinya kita tidak menginginkan gonjang-ganjing pengesahan RUU ini hanya didasari oleh kepentingan-kepentingan pragmatis, kepentingan kaum elit belaka, apalagi hanya karena pertimbangan pemilu 2009 sudah didepan mata. Mati sajalah!!!

No comments:

Powered by Blogger.